Risk Calculation Sang Sufi

Di kolam renang kemarin ternyata ada berbagai versi tanggapan orang tua terhadap polah anak-anaknya yang lebih kurang sama, main prosotan.
Ada orang tua yang langsung melarang "Jangan nak, bahaya. Nanti kamu bisa kepleset".
Ada yang ngasih ijin tapi mbuntuti terus. Megangi tangan anaknya ketika naik tangga. Megangi ketika meluncur dan mengangkat ketika njebur.. Walah repotnya.
Eee ada juga yang orang tuanya tenang tenang aja, ngadem di bale-bale. Bodo amat.

Kayaknya tiap orang punya risk calculation sendiri-sendiri ya. Buktinya : terhadap anaknya main prosotan orang tua punya risk calculation beda-beda.
Ada yang mikir itu resiko banget maka mending dilarang.
Ada yang mikir "ya emang resiko, maka perlu diawasi". Dan dia mau repot maka dia mau ngawasi.
Ada yang mikir "ah, nda bahaya kok" maka dia tenang melepas anaknya.
Ada yang mikir "bodo amat, ada banyak orang ini di kolam saya serahkan ke orang-orang wae..pengawasan anakku" dia juga tenang aja ngelepas anaknya main prosotan. Ato dia nda tahu kalo anaknya main prosotan, hehe.

Risk calculation seseorang sebenarnya ada hubungan dengan wawasan apa ya?
Misal begini : karena wawasan nya sedikit tentang kolam renang maka yang ada khawatir ini dan itu. Hasilnya di larang tuh anaknya.
Kalo wawasannya agak luas tentang kolam renang maka dia kasi tuh anaknya main, tinggal dia awasi aja. Ada yang ngawasi banyak ada yang ngawasi dikit.

Misal lagi : kegiatan arung jeram. Buat orang awam mungkin ini olahraga bahaya banget. Buat orang yang punya wawasan dengan arung jeram, ini kegiatan yang masih bisa diterima kok risk calculationnya.

Saya jadi me-runut pemikiran ini begini : risk calculation berhubungan dengan wawasan, makin besar dan dalam wawasannya maka risk calculationnya makin luas. Hasilnya dia makin leluasa bertindak. Yang menyebabkan dia khawatir makin dikit. Sekarang siapa coba yang bisa mengalahkan wawasan seorang yang sangat mengerti sifat Penolong Tuhan. Tentu risk calculationnya jadi lebar dan longgar banget.



Para sufi sangat yakin akan pertolongan Allah. Maka dia malah memilih hidup di tengah padang pasir. Nda ada makan. Nda ada minum. Dan dia emang sengaja nda bawa bekal. Risk calculationnya beda ama kita-kita. Dan risk calculationnya yang tinggi itu digerakkan oleh wawasannya tentang hidup, tentang dunia dan tentang Tuhan yang demikian dalam.

Hayo… siapa yang mau test Kebesaran Allah, test wawasan hidup, test melebarkan pertimbangan risk calculationnya dengan action bisnis…..??? Hehehe. Hidup toh hanya sekali, ngapain nda ngerjain yang diingini ya? Kapan lagi coba.

Kalo pingin merangkul matahari ibaratnya, ya lakukan saja. Kalo ingin menjaring matahari, ya kerjakan saja.
Yang kita anggap resiko bisa jadi resikonya nda ada, yang kita anggap nda mungkin bisa jadi mungkin aja. Tergantung wawasan aja semuanya. Tergantung kedalaman pengetahuan kita tentang Tuhan aja. Dan pengetahuan tentang Tuhan ternyata semua datang dari mengalaminya sendiri. Dari peraketek ( =praktek )…. Kata orang Malang.

0 komentar: