Terasing di Dunia yang Ramai


Stephen Covey ketika menyampaikan teori tentang Habit ke-2, "Memulai
dari Akhir"; mengajak Anda sekalian untuk membayangkan kematian Anda.
Bayangkan diri Anda hadir dalam hari pemakaman diri Anda sendiri!!
Kemampuan manusia untuk memisahkan diri, keluar dari realita yang
sedang dijalani, dan menengok dan menyadari ke konstelasi dimana Anda
saat itu berperan dan berada adalah kemampuan unik manusia. Hewan
tidak bisa begitu. Monyet nda bisa. Buaya nda bisa. Kambing nda. Kebo
juga nda.

Kemampuan koyo opo tho? Itu tu, kemampuan untuk tahu tahu berhenti dan
seolah memisah dari kejadian yang sedang terjadi , kayak arwah kita
keluar dari badan dan melayang disisi badan kita sendiri. diawali
dengan pikiran pembuka "sebentar, aku ini sedang apa dan dalam rangka
apa?", napas panjang. Tahu tahu pikiran plong, perasaan lapang, lalu
tergambar konstelasi kejadian yang sedang terjadi dengan sudut
pandang lebih luas. Teman-teman NLP, Bang Jay, dan yang biasa kasi
training mungkin bisa membantu untuk memberi gambaran lebih detil
tentang kemampuan ini.

Kemampuan ini, saya sebut saja kemampuan "MEMBELAH DIRI", ternyata
sangat berguna untuk menjadikan kuat dan tegar menghadapi hari-hari…
yang terkadang begitu berat. Kita bisa melihat jauh ke depan, ke tanah
harapan dan melihat segala impian kita terwujud disana… nanti. Kita
bisa mengingat sekian langkah dibelakang, dimana sebenarnya tak ada
hal berat sekarang ini yang baru, ternyata semuanya sudah pernah kita
alami, bukan bentuknya tapi perasaannya, dan terbukti kita toh bisa
melaluinya.

Kemampuan MEMBELAH DIRI sebenarnya tiap kita bisa, tapi kadang karena
rutinitas kita jadi agak kurang bisa 100% menguasai hal ini. Ada
sedikit password untuk memasuki kemampuan itu yang kadang kita perlu
belajar lagi. Maklum kita hidup di metropolitan yang supersibuk.
Passwordnya adalah "bisa khusu" di tengah suatu aktivitas, kapanpun
dimanapun. Quantum Ikhlas bilang masuk ke zona Alpha, saya bilang
"menjadi terasing di tengah keramaian". Kemampuan menjadi "terasing di
tengah keramaian" ini dan kemampuan "MEMBELAH DIRI" adalah salah satu
( eh salah dua ya tepatnya ) hikmah yang saya dapat saat saya dulu
ditempa jadi gembala kambing seperti cerita saya sebelumnya
http://heruutomo-arema.blogspot.com/2008_12_01_archive.html. Ditengah
tangan tetap harus beraktivitas ngarit ( cari rumput ) pikiran bisa
asyik menerawang hal-hal lain. Kalo dibilang nglamun ya nda nglamun,
wong sisi lain pikiran ini harus tetep konsen pada tangan yang ngarit
- kalo nda konsen tangan bisa luka-luka kesabet clurit sendiri - dan
harus cekatan karena diburu waktu.

Kemampuan menjadi "Terasing di Tengah Keramaian" dan kemampuan
"Membelah Diri" inilah hiburan saya melewati hari-hari merintis usaha
saat sekarang full TDA, juga rahasia saya melewati hari-hari hingga
bisnis herbal saya sampai di tahap baru seperti akan saya ceritakan ini.

Sejak saya membuka toko grosir dan eceran obat herbal muslim di KS
Tubun 9, Petamburan Jakarta, saya banyak interaksi dengan
pedagang-pedagang herbal. Rata-rata mereka adalah muslim taat tapi
dari ekonomi bawah. Merekalah pejuang-pejuang sejati pemasaran herbal,
yang mbikin herbal jadi populer dan tersedia di banyak tempat.
Merekalah pelaku jualan di masjid-masjid dan pengajian-pengajian.

Satu dua dari pedagang-pedagang itu awalnya aktif beli ke saya, lalu
lama tak muncul. Ketika muncul lagi saya tanya kenapa kok nda beli
lagi? Jawab mereka kadang bikin sedih… Ya sekarang nda dagang, kemarin
anak sakit jadi modal kegerus, sekarang belum ada modal untuk dagang
lagi jadi ya ngojek… ato yang lain dengan sebab sama sekarang jadi
kurir. Kebayang kan para ikhwan itu biasanya agak sedikit
tersingkirkan dari bursa kerja karena prinsip akidah yang ingin mereka
junjung membuat gagal di awal seleksi … misal nda boleh pelihara
jenggot. Jadi bisanya ya dagang kalo punya modal ato ya ngojek kalo
nda punya modal.

Skala ekonomi bisnis saya belum bisa mbantu mereka untuk kasi modal
(berupa barang dagangan) walau kadang terbujuk juga dan hasilnya saya
sendiri kehabisan barang untuk isi toko…. Hehehe. Ini masalah buat
saya, masalah ingin mbantu tapi tangan tak kesampaian. Tapi saya tahu
bahwa saya harus kosentrasi pada keinginan, buka pada masalah.
Keinginan saya adalah membantu, masalah saya adalah kurangnya sarana
untuk ngasi bantuan. Deskripsi bahasa ini baru saya dapat dari Mas Edy
ALIFIA, kemarin saya cuma tahu prakteknya tapi tidak tahu gimana
menyebutkannya/ membahasakannya…. Hehe maklum gembala kambing tahunya
hanya mbedakan antara suara kambing keinjek kaki depannya ama suara
kambing keinjek kaki belakangnya ( Wiiiiiiiiiii ) … thak BRO EDY…
Saya sering mempraktekkan "Terasing di Tengah Keramaian" dan "Membelah
Diri" tadi sambil saya setir motor kemana-mana. Pas belanja barang,
pas antar barang. Sering coba juga di toko pas lagi longgar waktu,
hasilnya malah saya ngiler ketiduran… BABLASSS. Ternyata emang harus
sambil beraktivitas yang full speed baru zona Alphanya nggak
kebablasan ke zona tidur…hehe.

Lalu terjadilah yang terjadi. Saya kenal komunitas TDA. Saya baca blog
teman-teman. Ikut aktivitasnya. Wee ternyata di TDA banyak disebut
sebut tokoh Pak Haji Alay ya. Saya pikir ngapain saya ikut-ikut
berharap kecipratan berkahnya pak Haji… mending tetep lurus
mengharapnya ke Allah dan konsen pada keinginan saya untuk
mengembangkan herbal dan membantu teman-teman ikhwan ndapatkan modal
dagang.

Satu kali acara forum Jumat TDA temanya mas KEKE. Sebelum berangkat
saya nda tahu kenapa tapi pingin banget jualan di meja pendaftaran,
padahal saya biasanya ogah banget. Jadilah hari itu saya berangkat
mbawa setas obat herbal. Susudah nimbrung sana nimbrung sini tebar
sok akrab, mas Edy ALIFIA nglambai ke saya dan ngajak duduk disebelah
dia dan Pak HAJI ALAY… ooo ini pak Haji.

Beliau nanya "heru di bidang apa?" Kurang ajarnya saya malah nda
njawab malah ngluarin dagangan…. "Herbal Pak"
Lalu di meja itu juga meluncur ajakan pak Haji untuk ketemuan di
kantornya… mbesok.
"Nanti kamu saya bukakan di Tanah Abang… kalo perlu di Ciputat,
Cimone, juga sekalian kalo bagus di Bandung buka sekalian."
Hari-hari berikutnya Pak Haji ternyata bercerita tentang misi yang
lebih besar untuk mewarnai herbal tanah air. Cerita mengenai
kerjasamanya dengan pemain herbal negeri jiran juga untuk mempercepat
pertumbuhan herbal Indonesia.
Keinginannya untuk akhirnya terwujud satu mall dimana seblok adalah
toko herbal semua, tapi modern. Lengkap dengan medis dan dokter dan
lab tapi herbal site semua. Kebayang itu kalo terwujud berarti terwjud
juga dong keinginan saya untuk menjadikan herbal nggak sekedar dijual
di emperan-emperan masjid. Herbal naik pangkat ke Mall, ke Pusat
Terapi Herbal, ke tempat-tempat lebih oke dah…

"Ntar kita bareng-barenag wujudkan itu Her…." Kita Pak? Halah ketiban
apa nih si gembala gemblung ini… ketiban wedhus kok yo ora ono wedhus
ceblok!!

Hari Kamis 18 Desember 2008 kemarin saya BISMILLAH membuka toko herbal
Ikhwan Agency cab II di Ruko Tn Abang Blok F3.

Kalo Anda berkenan berkunjung kesana akan Anda temui Ikhwan FAUZI,
pedagang herbal yang sekian lama membelot jadi tukang ojek karena
kehabisan modal dan kemarin nyaris putus asa lalu nglamar jadi
sekuriti. Alhamdulillah sekarang ketemu dunianya lagi, dan kadang
menjaga disitu bersama istri dan 1 anaknya yang masih 2 tahun. Mampir
dan dukunglah dengan membeli satu dua produk dagangannya.
Keuntungannya akan menjadi bagi hasilnya pada akhirnya nanti.

Semoga menjadi awal dari bola yang bergulir lebih besar lagi.
Menjadikan warna yang semarak untuk dunia herbal tanah air. Dan
banyak orang yang akan bisa hidup darinya… dengan pantas. Sedangkan si
gembala ini…. Tetep aja terasing di tengah keramaian ini….. Sambil
ndengarin begini: mbeeek … oooh itu kambing lapar, embueeeeek…. Oh itu
kambing haus, mbueeuueek… oh itu kambing lapar tapi puasa ….. Halah,
gemblung forever, hehehhehe

Semoga manfaat dan bisa mengilhami untuk mulai belajar MEMBELAH DIRI
dan TERASING di TENGAH KERAMAIAN…
Jangan belajar ilmu embeknya lho… nda mangpaat. Hehe

Kerendahan Hati Untuk Memulai Dari Awal

Hari-hari menjelang Idul Adha, jalan-jalan dipenuhi bau yang khas. Bau KAMBING !!!

Ada kenangan teramat kuat di diri saya sehubungan dengan itu. Saya pernah menggembala kambing dan sapi untuk dijual menjelang Idul Adha tahun 1996 dulu. Itu ketika saya menjadi santri di Pesantren Hidayatullah Surabaya. Ada 250 kambing + 19 sapi pernah selama seminggu lebih saya pelihara. Mbuat kandang, ndatangkan dari daerah, sortir sesuai besarnya, nyrriin makan rumput, njaga agar tidak kena penyakit mata, njaga juga pada waktu malam agar tidak hilang atau dicuri. Ternyata kami pernah kehilangan 3 kambing... raib saat malam, ntah dicuri ntah kesasar nda bisa balik. Kami dimarahi.......

Bergelut tiap hari dengan kawanan itu menjadikan ketularan baunya. Teman-teman santri lain kalo saya datang balik ke pesantren ngikuti sholat jamaah pada tutup hidung lalu menjauh sambil teriaak mbeeek...mbeek, ngeledekin gurau sekaligus emang sungguh nggak tahan dengan bau saya... seminggu itu susah banget cari teman ngobrol... nda ada yang tahan lama-lama. Saya bener-bener terasing, ngenes...

Menggembala kambing ternyata menyimpan ujian mental yang nda main-main.

Pertama yang diuji adalah kesombongan kita. Apalagi posisi saya saat itu sudah punya titel dan banyak yang mau menrima saya kerja. Banyak optik yang pasti mau menerima saya, karena saya bagian dari hanya 2000-an Refraksionis Optisien ( kayak Apoteker tapi untuk di optik ) diseluruh Indonesia yang punya lebih dari 6.000 optik. Justru pada saat itu saya pagi, siang, sore NGARIT ( cari rumput ) di kawasan ITS Surabaya. Pagi habis subuh harus segera cari rumput untuk sarapan mereka. Balik baru sekitar jam 8. Sarapan. Sholat dhuha. Berangkat ngarit lagi untuk makan siang mereka ( kambing ). Makan siang di drop sekalian teman ngambil rumput hasil aritan dimasukkan mobil bakter. Balik ke pesantren menjelang dhuhur untuk sholat jamaah. Jalan lagi untuk ngarit makan malam mereka.

Kadang saking capeknya ketiduran di rumput-rumput. Tidur rasanya enak banget, begitu bebas, dimana saja bisa tidur. Diseberang jalan, di lapangan, di bawah pohon, di sebelah selokan. Tidak takut ada yang hilang dicuri karena emang tidak punya apa-apa. Tidak takut malu toh tidak ada status yang harus saya pertahankan disitu. Tak ada sesuatu yang bisa saya sombongkan ternyata membawa pengaruh positif buat saya kala itu. Saya bisa total dengan apa yang saya kerjakan. NGARIT!!

Eh tapi walau kerja rendahan saya masih kaya pemaknaan lho di dalam diri... emang saya cuma ngarit sih, tapi ini untuk kambing yang nanti saya mau jual dan hasilnya untuk pesantren yang ngidupin sekian puluh anak yatim yang makan dan pendidikannya terpaut didalamnya. Kayaknya sih latar belakang nya bisa sangat filosofis tapi sumpah pada saat itu saya masih inget bahwa pikiran saya pendek.... "pokok-e saya NGARIT dan harus segera dapat banyak" karena kambingnya udah wak wek wak wek.

Tidak sombong bikin kita bisa konsen dengan pekerjaan kita. Itu semacam profesional kali ya? Itu pelajaran pertama yang saya dapat dari menggembala kambing.

Kedua tentang sabar. Beribadah itu butuh sabar. Bayangkan bahwa setiap waktu saya kotor kesemua-muanya. Ya baju ya badan. Padahal saya dituntut untuk tetap hadir dalam sholat jamaah 5 waktu dan sholat sunnah yang dibiasakan di pesantren. Berarti saya harus ganti baju dan mandi mau sholat dhuha. Ganti baju lagi untuk sholat dhuhur, begitu juga sholat ashar, maghrib, isya, bahkan sholat lail.

Mungkin banyak lagi kenangan bermakna dari menggembala ini, tapi saya juga bingung, apa lagi yang menjadi bagian warna hidup saya dan membekas hingga sekarang. Tapi ada hal yang saya ingat - sangat saya ingat - dikutip dari komik Kungfu Boy no 17 adegan ketika Chinmi berguru kepada Dokter Leo. Begini kutipannya :

Dokter Loe : kamu memang pendekar yang memiliki bakat besar. Tapi kalau kesombongan yang ada di dirimu tak dihapus, kamu tak akan bisa mencapai kemajuan. KERENDAHAN HATI UNTUK MEMULAI DARI AWAL WALAU SETINGGI APAPUN KEMAMPUANNYA, ADALAH PENTING BAGI MANUSIA.

Ternyata saya melewati tahap-tahap ketika saya harus memulai dari awal lagi, bertahun tahun kemudian. Tahun ini, tahun 2008, ketika saya ada dipuncak karir, diposisi yang banyak diinginkan sekian banyak rekan seprofesi, saya memilih resign dan memulai semuanya dari awal. Merintis usaha yang justru baru buat saya. Bisnis dagang obat H E R B A L . Bukan optik, bukan kacamata, profesi dimana saya disekolahkan untuk keahlian itu dan 10 tahun bekerja di dalamnya.

Dalam titik-titik terendah perasaan dalam menjalani perintisan bisnis, saat-saat saya menggembala kambing dulu itu menjadikan saya bisa kuat, bertahan melewati hari demi hari. Bahkan optimis saya meluap. Saya sudah pernah melewati hari-hari di titik terendah, toh saya tidak mati dan bisa ada hingga sekarang.

Sekarang saya punya modal keyakinan yang lebih baik, pengalaman yang lebih matang, reputasi yang bisa jadi modal orang percaya pada saya, pasti saya bisa melewati segala rintangan dan menemukan pengembangan bisnis ini dan badai pasti berlalu... kok kayak judul lagu.

Dan sepertinya Tuhan tidak pernah lama meninggalkan tiap hambanya yang serius meminta. Niat saya awalnya adalah menjadikan toko herbal saya menjadi syariah. Maka orang akan percaya pada bisnis ini dan mau berinvestasi untuk pengembangannya. Tapi hati orang ada di tangan Tuhan yang berkuasa membolakbalikkannya. Bagaimana kalo justru orang duluan percaya nda usah nunggu sistemnya jadi syariah? Bagaimana kalo peluang menjadi besar dan berkembang itu tanpa perlu syarat logika investasi layaknya?

Tunggu cerita saya berikutnya... semoga menjadi pewarta tentang kebesaranNya yang bertaburan disepanjang sejarah hidup kita masing-masing.
Awalnya adalah KERENDAHAN HATI UNTUK MEMULAI DARI AWAL WALAU SETINGGI APAPUN KEMAMPUAN KITA.