Kesepian di Malam Lebaran para TDA-ers

Lantunan takbir padat mengisi malam. Besok pagi adalah Idul Fitri 1449 H. Suami istri itu bercengkrama di dalam rumah. Saling menumpahkan cerita-cerita rindu, tentang anak-anak dan cucu yang tidak pulang kali ini. Saling merintihkan hati kesepian mereka. 3 atau bahkan 5 lebaran sudah mereka menghadapi kesepian yang sama. Karena simpati dan tertarik dengan obrolan mereka yang begitu sedih, saya tertrik mendekat dan mengetuk pintu rumah ingin sejenak bergabung dan menghibur mereka. Betapa terkejutnya saya, ketika mereka membalas sapaan dan melihat wajah mereka, ternyata mereka adalah saya dan istri saya sendiri!! Ternyata mereka adalah gambaran masa depan saya, dan bisa jadi juga diri Anda para TDA-ers !!!

Inilah keniscayaan yang akan kita hadapi dimasa-masa depan. Sesuatu yang sangat berbeda dengan masa kecil kita.

Idul Fitri dimasa kecil kita bahkan hingga saat ini masih identik dengan mudik. Lebaran ya Mudik. Mudik ya kala lebaran. Berkumpul dengan keluarga besar, saudara dari berbagai kota berdatangan dan berkumpul disatu rumah para sesepuh. Walau harga tiket selangit, walau kereta tinggal menyisakan sejengkal pijakan dilokomotifnya, tidak menjadi halangan. Mudik tetap wajib dilaksanakan. Mudik tetap dipatuhi sebagai panggilan hati dan tuntutan jiwa. Sempat tidak sempat ya harus disempatkan untuk mudik.

Tapi akan berapa lamakah suasana sakral mudik bisa kita pertahankan?

Mungkin 15 hingga 20 tahun lagi, kebiasaan itu akan luntur. Mudik Idul Fitri akan mengalami de-sakralisasi. Menjadi sesuatu yang tidak wajib dan memanggil-manggil hati kita untuk menunaikannya. Kalau sempet ya mudik kalo tidak ya ndak papa. Tidak segreget sekarang.
Ditengah arus materialisme yang melanda Indonesia, uang lebih berbicara daripada sentimentilisme Mudik dan Lebaran. Banyak industri yang mengiming-imingi uang lembur khusus untuk mereka yang bersedia tidak pulang lebaran dan memilih masuk. Atau malah bukan iming-iming tapi perintah. Perintah untuk masuk dan menyelesaikan target bulanan industri. Tidak terbatas industri besar, industri kecil pun demikian. Banyak retailer yang memaksakan buka bahkan dihari pertama lebaran. Saya pernah tahu ada retailer besar yang didemo para pegawainya yang memperjuangkan libur di 5 hari sakral : Tahun baru, 17 Agustus, 2 hari Idul Fitri dan Natal. Manajemen chain retailer itu memaksakan untuk tetap membuka toko-toko yang sebagian besar di mall dan supermarket. Hingga keluarlah keputusan akhir, toko tetap buka sesuai kemauan pemilik, dan para pegawai dipersilakan memilih, pingin pulang kampung ya silakan menggunakan hak cutinya dan yang bertahan untuk masuk akan diberi bonus khusus. Para pegawai akhirnya dipaksa terpecah dan kalah di depan kekuasaan uang.

Celakanya, banyak yang lebih mudah dibujuk dengan uang yang hitungannya begitu nyata di depan mata daripada kerugian immateri karena peraturan itu. Lembur nilai uangnya lumayan, sementara kalau cuti dan mudik ketahuan berapa biaya (justru) harus dikeluarkan. Kompromi-kompromi hati pun dipasang, ya sudah... mudiknya ntar saja. Ndak harus lebaran. Malah untung, nggak kena tarif tuslah, malah nggak harus rebutan tiket. Biarin deh nggak ketemu dengan keluarga-keluarga lain yang barengan ngumpul di rumah eyang nanti. Kapan-kapan juga ketemu. Hitungan immateri jadi terabaikan. Kebahagiaan sang orang tua melihat anak keturunannya berkumpul. Kesempatan anak-anak kita bertemu dengan saudara-saudara misannya. Kesempatan memberi rekaman indah dimasa kecil mereka tentang persaudaraan dan kekeluargaan.

Kalau gejala ini dipelihara, dari tahun ke tahun akan semakin banyak yang mengikuti, dari tahun ke tahun akan makin melekat. Ujungnya kita akan menuai panen. Lebaran sudah sedikit yang orang yang melestarikan mudik. Akan banyak anak yang tidak mewajibkan dirinya mudik ke orang tua kala lebaran. Celakanya, anak-anak itu adalah mereka yang orangtuanya sekarang tercatat sebagai pengusaha, mengingat ketika mereka masih kecil orang tuanya juga tidak memberi contoh untuk mensakralkan mudik lebaran karena saat itu masih sibuk sebagai TDB yang getol menumpuk modal atau TDA pemula yang masih merintis bisnis.

Ketika menjadi TDB, kala saya masih bekerja di PMA, saya selalu iri dan sakit hati jika dapat surat pengumuman dari Jepang ataupun dari Singapura bahwa mereka akan libur massal secara nasional selama 1 minggu, sehingga semua produksi akan dihentikan. Lebaran di Indonesia kalah sakral dengan Tahun baru di Jepang dan Imlek di Singapura. Mereka begitu patuh untuk menghentikan semua kegiatan industri mereka dan hal itu dilembagakan oleh pemerintahannya. Kapan Lebaran bisa sesakral itu dan pemerintahpun mendukung dan menerapkannya ditiap bidang sosial ekonominya.

Mungkin kita tidak perlu memikirkan hal besar tapi diluar lingkaran pengaruh kita. Mungkin kita lebih bijak untuk berfikir di lingkungan yang bisa kita pengaruhi, misal dikeluarga kita dan di bisnis kita. Pertama kita ingat bahwa ada tanggungjawab terhadap anak-anak untuk membekali mereka dengan sayap dan akar. Momen lebaran dengan mudik, berkumpul dengan keluarga besar, sungkeman, adalah cara terbaik untuk mengingatkan mereka terhadap akar mereka – garis keluarga mereka. Kedua, jika kita sudah punya bisnis dan punya pegawai, adalah tugas kita untuk “mewajibkan” mereka libur lalu mudik dan berkumpul dengan keluarga besar mereka. Para boss harus melepaskan mereka sementara dari tugas-tugas memenuhi target bulanan dan penjualan. Kreatiflah agar angka-angka itu sudah terpenuhi sebelumnya. Dan jadikanlah lebaran dan acara mudiknya menjadi sesuatu yang sakral dan wajib - minimal diperusahaan kita… kalau tidak, bersiaplah memanen desakralisasi lebaran, yang ujungnya adalah hari-hari sepi di kal a kita tua, ketika anak-anak kita juga akan terbawa arus materialisme dan bertekuk lutut dibawah kekuasaan uang dan target bisnisnya, lebih penting daripada menghormati orang tua dan menghidupkan silaturahmi.

Selamat Hari Raya Idul Fitri 1429 H / 2008 M.
Semoga seumur hidup kita masih merasakan hangatnya lebaran bersama keluarga besar kita masing-masing.

Ini tulisan saya karena prihatin banyak teman saya dapat libur cuma tanggal merahnya doang. Para boss apa ndak sadar... dengan mentingkan omzet daripada ruhani disaat-saat istimewa spt idul Fitri berarti sedang berkontribusi pada masa depan yang kelabu yang diisi hari-hari tua mereka yang sepi, karena anak-anaknya pada ngabuuurrr semua, nda ada yang pada inget pulang dan ngumpul dengan orang tua. " Gue dulu masa kecil sering ditinggalin, ngapain sekarang gue repot-repot ngumpul" gitu kali pikiran anak-anak kita 10-20 tahun lagi.

Pelajaran Kepemimpinan

Pelajaran terpenting dari dunia kepemimpinan adalah
"tiap-tiap keberhasilan itu diawali dengan keberanian mengambil keputusan. Memilih salah satu diantara banyak kemungkinan".

Dimanapun kita sedang berada, sebenarnya disitu kita sedang menghadapi pilihan. Misal saat ini Anda sedang membaca tulisan ini. Maka saat inipun Anda mempunyai pilihan, yaitu untuk terus membaca atu menghentikannya. Tidak hanya itu. Bahkan sekaligus Anda bisa memilih untuk membaca serius atau untuk membaca secara sambil lalu. Anda bisa memilih membaca sambil tiduran, sambil duduk, bahkan nungging barangkali (?!) Jadi bahkan dalam satu kejadian ada beberapa pilihan sekaligus. Dan di setiap kemungkinan itu Allah telah menyiapkan jalan takdir sebagai konsekuensi pilihan-pilihan itu. Jadi takdir kita itu multiple.

Bahkan ketika Anda tidak memilih pun, Anda sebenarnya sudah memilih untuk tidak memilih. Misal Anda saat ini masih berstatus pegawai disatu instansi, lalu Anda mengetahui sebuah peluang usaha yang sangat prospektus, saat itu Anda berada dalam situasi memilih. Pilih maju mengambil kesempatan saat itu juga, atau tidak ambil karena Anda masih takut untuk menjalani sesuatu yang keluar dari confort zone Anda. Dalam hal ini, tidak take action dan membiarkan kesempatan berlalu adalah pilihan juga. Keduanya pun masing-masing punya banyak variasi pilihan. Tidak take action bisa berupa melupakan sama sekali, bisa memendamnya sebagai penyesalan dan mengasihani diri sendiri, bisa melecut diri untuk memperbaiki diri agar kalo ada kesempatan berikut sudah siap... istilahnya mundur kreatif.

Kalau Anda sadari... memilih maju atau memilih mundur, dua-duanya membutuhkan energi. Memilih maju membutuhkan energi untuk bertindak, memilih mundur memakan energi juga, setidaknya energi untuk menyesal dan merangkai andai-andai... ah.. seandainya aku lebih siap, ah.. seandainya aku ambil saja kesempatan itu, ah.. seandainya aku lebih berani. Hanya saja ada bedanya, memilih maju membutuhkan energi dan sifatnya positif karena energi batin, energi badan dan energi pikiran terkerahkan semua, sedangkan memilih mundur hanya akan melibatkan energi batin karenanya lebih negatif sifatnya.

Maka... saran saya untuk rekan TDA. Di depan peluang dan kesempatan... selalu pilih untuk maju dan take chance. Toh memilih maju atau memilih mundur dua-duanya memakan energi Anda. Setidaknya jika Anda memilih mundur... pilihlah mundur kreatif... mundur untuk memasukkan lebih banyak bekal ke ransel kemampuan Anda.

salam FUNtanstic

Heru UTOMO

grosirpeci.com
sahabatherbal.com