Terasing di Dunia yang Ramai


Stephen Covey ketika menyampaikan teori tentang Habit ke-2, "Memulai
dari Akhir"; mengajak Anda sekalian untuk membayangkan kematian Anda.
Bayangkan diri Anda hadir dalam hari pemakaman diri Anda sendiri!!
Kemampuan manusia untuk memisahkan diri, keluar dari realita yang
sedang dijalani, dan menengok dan menyadari ke konstelasi dimana Anda
saat itu berperan dan berada adalah kemampuan unik manusia. Hewan
tidak bisa begitu. Monyet nda bisa. Buaya nda bisa. Kambing nda. Kebo
juga nda.

Kemampuan koyo opo tho? Itu tu, kemampuan untuk tahu tahu berhenti dan
seolah memisah dari kejadian yang sedang terjadi , kayak arwah kita
keluar dari badan dan melayang disisi badan kita sendiri. diawali
dengan pikiran pembuka "sebentar, aku ini sedang apa dan dalam rangka
apa?", napas panjang. Tahu tahu pikiran plong, perasaan lapang, lalu
tergambar konstelasi kejadian yang sedang terjadi dengan sudut
pandang lebih luas. Teman-teman NLP, Bang Jay, dan yang biasa kasi
training mungkin bisa membantu untuk memberi gambaran lebih detil
tentang kemampuan ini.

Kemampuan ini, saya sebut saja kemampuan "MEMBELAH DIRI", ternyata
sangat berguna untuk menjadikan kuat dan tegar menghadapi hari-hari…
yang terkadang begitu berat. Kita bisa melihat jauh ke depan, ke tanah
harapan dan melihat segala impian kita terwujud disana… nanti. Kita
bisa mengingat sekian langkah dibelakang, dimana sebenarnya tak ada
hal berat sekarang ini yang baru, ternyata semuanya sudah pernah kita
alami, bukan bentuknya tapi perasaannya, dan terbukti kita toh bisa
melaluinya.

Kemampuan MEMBELAH DIRI sebenarnya tiap kita bisa, tapi kadang karena
rutinitas kita jadi agak kurang bisa 100% menguasai hal ini. Ada
sedikit password untuk memasuki kemampuan itu yang kadang kita perlu
belajar lagi. Maklum kita hidup di metropolitan yang supersibuk.
Passwordnya adalah "bisa khusu" di tengah suatu aktivitas, kapanpun
dimanapun. Quantum Ikhlas bilang masuk ke zona Alpha, saya bilang
"menjadi terasing di tengah keramaian". Kemampuan menjadi "terasing di
tengah keramaian" ini dan kemampuan "MEMBELAH DIRI" adalah salah satu
( eh salah dua ya tepatnya ) hikmah yang saya dapat saat saya dulu
ditempa jadi gembala kambing seperti cerita saya sebelumnya
http://heruutomo-arema.blogspot.com/2008_12_01_archive.html. Ditengah
tangan tetap harus beraktivitas ngarit ( cari rumput ) pikiran bisa
asyik menerawang hal-hal lain. Kalo dibilang nglamun ya nda nglamun,
wong sisi lain pikiran ini harus tetep konsen pada tangan yang ngarit
- kalo nda konsen tangan bisa luka-luka kesabet clurit sendiri - dan
harus cekatan karena diburu waktu.

Kemampuan menjadi "Terasing di Tengah Keramaian" dan kemampuan
"Membelah Diri" inilah hiburan saya melewati hari-hari merintis usaha
saat sekarang full TDA, juga rahasia saya melewati hari-hari hingga
bisnis herbal saya sampai di tahap baru seperti akan saya ceritakan ini.

Sejak saya membuka toko grosir dan eceran obat herbal muslim di KS
Tubun 9, Petamburan Jakarta, saya banyak interaksi dengan
pedagang-pedagang herbal. Rata-rata mereka adalah muslim taat tapi
dari ekonomi bawah. Merekalah pejuang-pejuang sejati pemasaran herbal,
yang mbikin herbal jadi populer dan tersedia di banyak tempat.
Merekalah pelaku jualan di masjid-masjid dan pengajian-pengajian.

Satu dua dari pedagang-pedagang itu awalnya aktif beli ke saya, lalu
lama tak muncul. Ketika muncul lagi saya tanya kenapa kok nda beli
lagi? Jawab mereka kadang bikin sedih… Ya sekarang nda dagang, kemarin
anak sakit jadi modal kegerus, sekarang belum ada modal untuk dagang
lagi jadi ya ngojek… ato yang lain dengan sebab sama sekarang jadi
kurir. Kebayang kan para ikhwan itu biasanya agak sedikit
tersingkirkan dari bursa kerja karena prinsip akidah yang ingin mereka
junjung membuat gagal di awal seleksi … misal nda boleh pelihara
jenggot. Jadi bisanya ya dagang kalo punya modal ato ya ngojek kalo
nda punya modal.

Skala ekonomi bisnis saya belum bisa mbantu mereka untuk kasi modal
(berupa barang dagangan) walau kadang terbujuk juga dan hasilnya saya
sendiri kehabisan barang untuk isi toko…. Hehehe. Ini masalah buat
saya, masalah ingin mbantu tapi tangan tak kesampaian. Tapi saya tahu
bahwa saya harus kosentrasi pada keinginan, buka pada masalah.
Keinginan saya adalah membantu, masalah saya adalah kurangnya sarana
untuk ngasi bantuan. Deskripsi bahasa ini baru saya dapat dari Mas Edy
ALIFIA, kemarin saya cuma tahu prakteknya tapi tidak tahu gimana
menyebutkannya/ membahasakannya…. Hehe maklum gembala kambing tahunya
hanya mbedakan antara suara kambing keinjek kaki depannya ama suara
kambing keinjek kaki belakangnya ( Wiiiiiiiiiii ) … thak BRO EDY…
Saya sering mempraktekkan "Terasing di Tengah Keramaian" dan "Membelah
Diri" tadi sambil saya setir motor kemana-mana. Pas belanja barang,
pas antar barang. Sering coba juga di toko pas lagi longgar waktu,
hasilnya malah saya ngiler ketiduran… BABLASSS. Ternyata emang harus
sambil beraktivitas yang full speed baru zona Alphanya nggak
kebablasan ke zona tidur…hehe.

Lalu terjadilah yang terjadi. Saya kenal komunitas TDA. Saya baca blog
teman-teman. Ikut aktivitasnya. Wee ternyata di TDA banyak disebut
sebut tokoh Pak Haji Alay ya. Saya pikir ngapain saya ikut-ikut
berharap kecipratan berkahnya pak Haji… mending tetep lurus
mengharapnya ke Allah dan konsen pada keinginan saya untuk
mengembangkan herbal dan membantu teman-teman ikhwan ndapatkan modal
dagang.

Satu kali acara forum Jumat TDA temanya mas KEKE. Sebelum berangkat
saya nda tahu kenapa tapi pingin banget jualan di meja pendaftaran,
padahal saya biasanya ogah banget. Jadilah hari itu saya berangkat
mbawa setas obat herbal. Susudah nimbrung sana nimbrung sini tebar
sok akrab, mas Edy ALIFIA nglambai ke saya dan ngajak duduk disebelah
dia dan Pak HAJI ALAY… ooo ini pak Haji.

Beliau nanya "heru di bidang apa?" Kurang ajarnya saya malah nda
njawab malah ngluarin dagangan…. "Herbal Pak"
Lalu di meja itu juga meluncur ajakan pak Haji untuk ketemuan di
kantornya… mbesok.
"Nanti kamu saya bukakan di Tanah Abang… kalo perlu di Ciputat,
Cimone, juga sekalian kalo bagus di Bandung buka sekalian."
Hari-hari berikutnya Pak Haji ternyata bercerita tentang misi yang
lebih besar untuk mewarnai herbal tanah air. Cerita mengenai
kerjasamanya dengan pemain herbal negeri jiran juga untuk mempercepat
pertumbuhan herbal Indonesia.
Keinginannya untuk akhirnya terwujud satu mall dimana seblok adalah
toko herbal semua, tapi modern. Lengkap dengan medis dan dokter dan
lab tapi herbal site semua. Kebayang itu kalo terwujud berarti terwjud
juga dong keinginan saya untuk menjadikan herbal nggak sekedar dijual
di emperan-emperan masjid. Herbal naik pangkat ke Mall, ke Pusat
Terapi Herbal, ke tempat-tempat lebih oke dah…

"Ntar kita bareng-barenag wujudkan itu Her…." Kita Pak? Halah ketiban
apa nih si gembala gemblung ini… ketiban wedhus kok yo ora ono wedhus
ceblok!!

Hari Kamis 18 Desember 2008 kemarin saya BISMILLAH membuka toko herbal
Ikhwan Agency cab II di Ruko Tn Abang Blok F3.

Kalo Anda berkenan berkunjung kesana akan Anda temui Ikhwan FAUZI,
pedagang herbal yang sekian lama membelot jadi tukang ojek karena
kehabisan modal dan kemarin nyaris putus asa lalu nglamar jadi
sekuriti. Alhamdulillah sekarang ketemu dunianya lagi, dan kadang
menjaga disitu bersama istri dan 1 anaknya yang masih 2 tahun. Mampir
dan dukunglah dengan membeli satu dua produk dagangannya.
Keuntungannya akan menjadi bagi hasilnya pada akhirnya nanti.

Semoga menjadi awal dari bola yang bergulir lebih besar lagi.
Menjadikan warna yang semarak untuk dunia herbal tanah air. Dan
banyak orang yang akan bisa hidup darinya… dengan pantas. Sedangkan si
gembala ini…. Tetep aja terasing di tengah keramaian ini….. Sambil
ndengarin begini: mbeeek … oooh itu kambing lapar, embueeeeek…. Oh itu
kambing haus, mbueeuueek… oh itu kambing lapar tapi puasa ….. Halah,
gemblung forever, hehehhehe

Semoga manfaat dan bisa mengilhami untuk mulai belajar MEMBELAH DIRI
dan TERASING di TENGAH KERAMAIAN…
Jangan belajar ilmu embeknya lho… nda mangpaat. Hehe

Kerendahan Hati Untuk Memulai Dari Awal

Hari-hari menjelang Idul Adha, jalan-jalan dipenuhi bau yang khas. Bau KAMBING !!!

Ada kenangan teramat kuat di diri saya sehubungan dengan itu. Saya pernah menggembala kambing dan sapi untuk dijual menjelang Idul Adha tahun 1996 dulu. Itu ketika saya menjadi santri di Pesantren Hidayatullah Surabaya. Ada 250 kambing + 19 sapi pernah selama seminggu lebih saya pelihara. Mbuat kandang, ndatangkan dari daerah, sortir sesuai besarnya, nyrriin makan rumput, njaga agar tidak kena penyakit mata, njaga juga pada waktu malam agar tidak hilang atau dicuri. Ternyata kami pernah kehilangan 3 kambing... raib saat malam, ntah dicuri ntah kesasar nda bisa balik. Kami dimarahi.......

Bergelut tiap hari dengan kawanan itu menjadikan ketularan baunya. Teman-teman santri lain kalo saya datang balik ke pesantren ngikuti sholat jamaah pada tutup hidung lalu menjauh sambil teriaak mbeeek...mbeek, ngeledekin gurau sekaligus emang sungguh nggak tahan dengan bau saya... seminggu itu susah banget cari teman ngobrol... nda ada yang tahan lama-lama. Saya bener-bener terasing, ngenes...

Menggembala kambing ternyata menyimpan ujian mental yang nda main-main.

Pertama yang diuji adalah kesombongan kita. Apalagi posisi saya saat itu sudah punya titel dan banyak yang mau menrima saya kerja. Banyak optik yang pasti mau menerima saya, karena saya bagian dari hanya 2000-an Refraksionis Optisien ( kayak Apoteker tapi untuk di optik ) diseluruh Indonesia yang punya lebih dari 6.000 optik. Justru pada saat itu saya pagi, siang, sore NGARIT ( cari rumput ) di kawasan ITS Surabaya. Pagi habis subuh harus segera cari rumput untuk sarapan mereka. Balik baru sekitar jam 8. Sarapan. Sholat dhuha. Berangkat ngarit lagi untuk makan siang mereka ( kambing ). Makan siang di drop sekalian teman ngambil rumput hasil aritan dimasukkan mobil bakter. Balik ke pesantren menjelang dhuhur untuk sholat jamaah. Jalan lagi untuk ngarit makan malam mereka.

Kadang saking capeknya ketiduran di rumput-rumput. Tidur rasanya enak banget, begitu bebas, dimana saja bisa tidur. Diseberang jalan, di lapangan, di bawah pohon, di sebelah selokan. Tidak takut ada yang hilang dicuri karena emang tidak punya apa-apa. Tidak takut malu toh tidak ada status yang harus saya pertahankan disitu. Tak ada sesuatu yang bisa saya sombongkan ternyata membawa pengaruh positif buat saya kala itu. Saya bisa total dengan apa yang saya kerjakan. NGARIT!!

Eh tapi walau kerja rendahan saya masih kaya pemaknaan lho di dalam diri... emang saya cuma ngarit sih, tapi ini untuk kambing yang nanti saya mau jual dan hasilnya untuk pesantren yang ngidupin sekian puluh anak yatim yang makan dan pendidikannya terpaut didalamnya. Kayaknya sih latar belakang nya bisa sangat filosofis tapi sumpah pada saat itu saya masih inget bahwa pikiran saya pendek.... "pokok-e saya NGARIT dan harus segera dapat banyak" karena kambingnya udah wak wek wak wek.

Tidak sombong bikin kita bisa konsen dengan pekerjaan kita. Itu semacam profesional kali ya? Itu pelajaran pertama yang saya dapat dari menggembala kambing.

Kedua tentang sabar. Beribadah itu butuh sabar. Bayangkan bahwa setiap waktu saya kotor kesemua-muanya. Ya baju ya badan. Padahal saya dituntut untuk tetap hadir dalam sholat jamaah 5 waktu dan sholat sunnah yang dibiasakan di pesantren. Berarti saya harus ganti baju dan mandi mau sholat dhuha. Ganti baju lagi untuk sholat dhuhur, begitu juga sholat ashar, maghrib, isya, bahkan sholat lail.

Mungkin banyak lagi kenangan bermakna dari menggembala ini, tapi saya juga bingung, apa lagi yang menjadi bagian warna hidup saya dan membekas hingga sekarang. Tapi ada hal yang saya ingat - sangat saya ingat - dikutip dari komik Kungfu Boy no 17 adegan ketika Chinmi berguru kepada Dokter Leo. Begini kutipannya :

Dokter Loe : kamu memang pendekar yang memiliki bakat besar. Tapi kalau kesombongan yang ada di dirimu tak dihapus, kamu tak akan bisa mencapai kemajuan. KERENDAHAN HATI UNTUK MEMULAI DARI AWAL WALAU SETINGGI APAPUN KEMAMPUANNYA, ADALAH PENTING BAGI MANUSIA.

Ternyata saya melewati tahap-tahap ketika saya harus memulai dari awal lagi, bertahun tahun kemudian. Tahun ini, tahun 2008, ketika saya ada dipuncak karir, diposisi yang banyak diinginkan sekian banyak rekan seprofesi, saya memilih resign dan memulai semuanya dari awal. Merintis usaha yang justru baru buat saya. Bisnis dagang obat H E R B A L . Bukan optik, bukan kacamata, profesi dimana saya disekolahkan untuk keahlian itu dan 10 tahun bekerja di dalamnya.

Dalam titik-titik terendah perasaan dalam menjalani perintisan bisnis, saat-saat saya menggembala kambing dulu itu menjadikan saya bisa kuat, bertahan melewati hari demi hari. Bahkan optimis saya meluap. Saya sudah pernah melewati hari-hari di titik terendah, toh saya tidak mati dan bisa ada hingga sekarang.

Sekarang saya punya modal keyakinan yang lebih baik, pengalaman yang lebih matang, reputasi yang bisa jadi modal orang percaya pada saya, pasti saya bisa melewati segala rintangan dan menemukan pengembangan bisnis ini dan badai pasti berlalu... kok kayak judul lagu.

Dan sepertinya Tuhan tidak pernah lama meninggalkan tiap hambanya yang serius meminta. Niat saya awalnya adalah menjadikan toko herbal saya menjadi syariah. Maka orang akan percaya pada bisnis ini dan mau berinvestasi untuk pengembangannya. Tapi hati orang ada di tangan Tuhan yang berkuasa membolakbalikkannya. Bagaimana kalo justru orang duluan percaya nda usah nunggu sistemnya jadi syariah? Bagaimana kalo peluang menjadi besar dan berkembang itu tanpa perlu syarat logika investasi layaknya?

Tunggu cerita saya berikutnya... semoga menjadi pewarta tentang kebesaranNya yang bertaburan disepanjang sejarah hidup kita masing-masing.
Awalnya adalah KERENDAHAN HATI UNTUK MEMULAI DARI AWAL WALAU SETINGGI APAPUN KEMAMPUAN KITA.

MOMEN BESAR HALAL BIHALAL TDA 2008

Sejak resign dari universitas indah TDB 1 Maret 08 lalu, ada 2 momen besar dalam sejarah wirausaha saya hingga saat ini. TApi sejak Acara HALAL BIHALAL TDA di Bandung kemarin, saya taruh dihati saya Tambah 1 lagi momen besar itu. Perkataan anak kedua saya yang spontan dari anak kedua saya yang istimewa - RESTU - yang mana harus Anda tahu untuk bisa lancar bicara sekarangini dia dan kami sekeluarga harus melewati perjuangan tidak sedikit karena awalnya dia adalah pengidap lambat tumbuh kembang. Apa perkataannya yang begitu membekas tentang acara kemarin tanggal 8 Nov 2008 di Bandung itu?
Sebelumnya ijinkan saya menjelaskan momen-momen besar hdiup saya sebagai wirausaha pemula ini.
Pertama adalah dibukanya toko herbal pertama saya. I Mei 2008 kemarin.
Artinya penting buat saya adalah : usaha mandiri ini sudah menjejak ke tanah harapan lebih dekat. Harapan untuk pada akhirnya sampai di lapangan para dermawan pemelihara anak yatim... lapangan para pemilik perusahaan besar, tempat bernaung banyak karyawan, tempat berdayung begitu banyak anak yatim menjalani hari-hari, tempat bertudung keluarga-keluarga muslim melampaui kerikil-kerikil kondisi ekonomi menuju dunia mandiri.
Selanjutnya, meniti hari seolah irama musik begitu indah. Sibuk melayani tamu, sibuk pengadaan barang, sibuk mengirim pesanan luar kota, sibuk perluasan jaringan... tak lupa di tiap adzan menyeru, buru-buru tutup pintu dan bersegera ke mesjid tempat ALLAH menyeru. Rasanya walau sehari hanya untung sepuluh dua puluh ribu begitu mencekat kalbu...
Sekarang toko herbal kami sedang berusaha menyusun diri agar menjadi Toko Herbal Syariah. Bagaimana itu konsepnya? Saya juga belum tahu persisnya. Yang penting PROKLAMASI dulu !! Sumbang saran dan Doa nya ya?
Kedua - yang menurut saya sebagai momen besar - adalah menjadi bagian dari komunitas TDA. Diawali dengan langsung ikut kopi darat di salah satu pertemuan Jumat di bulan Juli 2008... sejak itu saya langusng merasa TIDAK SENDIRI lagi. Ada mas Muslih yang begitu mendorong untuk mempercepat pertumbuhan usaha ini, ada Mas Eko June yang sabar chatting dengan saya, Mas Hadi rajaselimut dan rekan TDA lain yang diam-diam jadi sumber inspirasi melaui blog-blognya dan membawa saya maju dan maju menuju tanah impian... maaf tidak kesebut satu-satu saking banyaknya.
Saya pikir 2 momen itu sudah begitu besar penagruhnya dalam hati saya dan susah mendapat tandingan lagi yang gregetnya dihasti bisa sekelas. Tapi kemarin, ketika bersama dalam 1 bis menuju Bandung menghampiri acara halal bihalal TDA... Restu - anak kedua kami berteriak-teriak dengan ekspresi suka citanya, tiap kali saya bersalaman dan berkenalan dengan rekan-rekan rombongan....
"Hore... hore, abi punya banyak teman... abi punya banyak teman"
Bagi saya itu sejuta makna yang tidak bisa tertampung ditulisan ini. Saya cukupkan kata-kata itu sebagai bagian terakhir dari postingan spontan saya ini... semoga menjadi inspirasi bagi keluarga besar baru saya.. rekan-rekan di komunitas TDA.

salam hangat hidup kebersamaan
salm FUNTASTIC

Kerjakan Saja Apa yang KAU Mau

Hidup toh hanya sekali… Rugi kalo nggak ngerjain apa yang memang kita
ingini… emang mau kapan lagi…..

Takut akan kelaparan?… takut akan kehilangan? … takut akan ditinggalkan?

Ya…Melangkah Sajalah!!

Toh Hidup memang untuk merasakan manisnya permintaan yang kesampaian…
Toh Hidup memang untuk merasakan berharganya men'dapat'kan sesudah kehilangan…
Toh Hidup memang untuk meninggalkan Cerita "Tuhan Masih Ada" bukan
Cerita "Saya Baik-Baik Saja"
Toh Hidup memang untuk menyadari bahwa " Kita tidak pernah sendiri…"

Jadi Melangkah Sajalah…

Toh Hidup hanya sekali…
Iya toh..

puisi-ku yang menyemangati untuk berani berkata resign dan menjadi wirausaha... walau tergambar berapa berat jalan akan ditempuh... terasa enteng kalo mbaca puisi ini... karena hidup toh hanya sekali.. jadi nikmati saja dan kerjakan saja apa yang kita mau ya...

Arah Hadapmu Menceritakan Hatimu

Lalu kesadaran itu muncul... bahwa dengan apa yang dikosentrasi-i-lah seorang itu diwarnai.
Ketika saya naik angkutan kota, ada kemudian seorang wanita tua naik, yang langsung dapat respon dari orang-orang semikrolet karena keanehannya. Ia seorang yang latah, menirukan segala ucapan dan gerakan. Ketidaklumrahan ini oleh seorang laki-laki langsung dimanfaatkan untuk... tanya "nomer". Astaghfirullah.
Dalam kesadaran saya begini : ... ketika orang pikirannya hanya judi nomeeer saja, dia akan begitu peka dan cepat menerjemahkan ato menghubungkan peristiwa-peristiwa yang terjadi dihadapannya sebagai perlambang nomer-nomer. Kebetulan disitu juga ada mbak-mbak yang lagi belajar bahasa Jepang. Dia nanggapi dengan dihubungkan ke bahasa Jepang yang sedang ditekuninya itu. Saya yakin kalo disitu ada psikolog dia tentu akan hubungkan kejadian ini dengan ilmu-ilmu psikologinya. Kalau seorang dokter juga tentu respon pertamanya menanggapi hal ini dirujukkan dengan ilmu-ilmu kedokterannya.. begitu seterusnya.
Kalau seorang hamba Allah?
Maka ia akan menghubungkan peristiwa-peristiwa yang terjadi dihadapannya kepada ALLAH.
Peristiwanya sama yaitu melihat orang latah. Dipikiran Pakar Nomer itu peluang dapat sandi gaib, di pikiran pakar bahasa lalu muncul tuiiing... ide belajar bahasa sebaiknya kayak orang latah, tiru aja semua kata, dipikiran orang psikolog sosiolog langsung menghitung berapa banyak ya orang latah disekitar kita... hal itu berarti ada penyakit sosial apa ya? Dimata produsen sinetron mungkin langsung kepikiran "wa orang ini boleh juga dijadikan figuran film saya yang berikut", dimata TDA yang pinter bisnis mungkin langsung ada ide mencipta + menjual mesin untuk mencegah latah - jadi modelnya alat yang langsung nabok mulut setiap kosakata tertentu terulang lebih dari 2x... wakakak. Hamba Allah dipikirannya mungkin begini : Allah itu hebat ya ndesain segala sesuatu, tidak ada cacat semisal latah begini, coba waktu dibikin latah...mengulang lagi mengulang lagi dong... iya kalo yang terulang diwaktu yang latah itu pas adegan terima order gede dan dapat untung gede, enak itu. Dunia ini begitu terjalin sempurna bebas dari kekurangan semisal latah tadi. Allahu Akbarnya pas ntar sholat jadi manteeeep banget, habis sudah terbukti sih.
Pakar Nomer itu dengan tiap peristiwa yang lewat dihadapannya semakin gila dan gila dan gila, sebaliknya seorang hamba hanya makin tunduk dan tunduk dan tunduk.
Dua akibat yang jauh... padahal awalnya dari sebab "Arah Menghadapnya Hati". Maka hati-hati terhadap arah perhatian hatimu, karena dengannya-lah engkau diwarnai.
Yang sedang berkarir godaannya adalah besar sekali untuk menghadapkan hati sepenuhnya pada pekerjaan hingga semua terkalahkan, termasuk keluarga dan Allah. Yang sudah mandiri apalagi kalo ndak godaan menghadapkan hati yang terlalu pada jebakan "profit dan brand".

Paling enak emang kalo menyadari bahwa tujuan kita datang didunia ini ya untuk jalan-jalan melihat kebesaran ALLAH terperagakan dalam kehidupan. Kalo sudah ngumpul yakinnya pasti bisa menapaki kelas ainul yakin ke haqqul yakin... lalu nanti seperti ikan salmon yang kembali ke sungai asalnya, ketika kita nanti kembali juga akan dengan tenang dan mantap seperti yang tertulis di Al Quran Surat Al Fajr : Wahai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan ridho dan dirihoi. Maka masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-KU. Dan masuklah ke dalam syurga-KU.

BossMU belum menjadi bossmu

Mengapa kita tiba-tiba
menjadi orang yang santun
dan tahu membalas budi
kepada mereka yang pernah setetes saja
melepas jasa pada kita...
hanya karena mereka kita anggap "lebih terhormat"

Sedang kepada ALLAH
yang telah mencurahkan lautan nikmat
kita selalu menjadi
patung-patung membisu

Mengapa hanya sekedar manusia
karena jabatannya,
karena terkenalnya,
karena kekuasaan strukturalnya
kita menjadi sungkan-isasi..
kita menjadi malu-malu dan tunduk tersipu...
kita menjadi bangga dan merasa megah...
jika bertemu dengannya,
jika mengenalnya,
jika bisa akrab dengannya,
lalu rela melayani
lalu rela mengorbankan
apa yang kita punya
dari waktu terbaik
dari pikiran terbaik
dari tenaga terbaik
berjuang meraih simpatinya
berusaha dicatat baik olehnya (padahal sering justru dia lupa mencatatnya)

sedang kepada ALLAH
Yang MAHA AGUNG
RAJA dari segala isi semesta
kita tidak rela
boring
keras dan kaku
untuk menyembah-NYA
bercengkrama denganNYA (tanpa terusik)
memburu simpatiNYA

Tuhan, Tunjukkan tempat dan jalan hidup
aku bisa menjadikanMu bossKu

=ini tulisanku dahulu kala ( th 1997 or 1998 ) yang kemudian menguatkanku untuk melangkah menuju mandiri dengan buka bisnis sendiri... daripada terjadi rebutan kapling di hatiku. Habis aku selalu gatel ingin menyenangkan yang diatasku sih... lalu kepikiran mending tidak ada orang diatasku.. langsung ALLAH saja... jadi nda perlu capek-capek bikin laporan.. merekayasa tingkah.. menyusun data.. kan nyita waktu tuh. Laporannya langsung BIG BOSS - ALLAH !!

Kesepian di Malam Lebaran para TDA-ers

Lantunan takbir padat mengisi malam. Besok pagi adalah Idul Fitri 1449 H. Suami istri itu bercengkrama di dalam rumah. Saling menumpahkan cerita-cerita rindu, tentang anak-anak dan cucu yang tidak pulang kali ini. Saling merintihkan hati kesepian mereka. 3 atau bahkan 5 lebaran sudah mereka menghadapi kesepian yang sama. Karena simpati dan tertarik dengan obrolan mereka yang begitu sedih, saya tertrik mendekat dan mengetuk pintu rumah ingin sejenak bergabung dan menghibur mereka. Betapa terkejutnya saya, ketika mereka membalas sapaan dan melihat wajah mereka, ternyata mereka adalah saya dan istri saya sendiri!! Ternyata mereka adalah gambaran masa depan saya, dan bisa jadi juga diri Anda para TDA-ers !!!

Inilah keniscayaan yang akan kita hadapi dimasa-masa depan. Sesuatu yang sangat berbeda dengan masa kecil kita.

Idul Fitri dimasa kecil kita bahkan hingga saat ini masih identik dengan mudik. Lebaran ya Mudik. Mudik ya kala lebaran. Berkumpul dengan keluarga besar, saudara dari berbagai kota berdatangan dan berkumpul disatu rumah para sesepuh. Walau harga tiket selangit, walau kereta tinggal menyisakan sejengkal pijakan dilokomotifnya, tidak menjadi halangan. Mudik tetap wajib dilaksanakan. Mudik tetap dipatuhi sebagai panggilan hati dan tuntutan jiwa. Sempat tidak sempat ya harus disempatkan untuk mudik.

Tapi akan berapa lamakah suasana sakral mudik bisa kita pertahankan?

Mungkin 15 hingga 20 tahun lagi, kebiasaan itu akan luntur. Mudik Idul Fitri akan mengalami de-sakralisasi. Menjadi sesuatu yang tidak wajib dan memanggil-manggil hati kita untuk menunaikannya. Kalau sempet ya mudik kalo tidak ya ndak papa. Tidak segreget sekarang.
Ditengah arus materialisme yang melanda Indonesia, uang lebih berbicara daripada sentimentilisme Mudik dan Lebaran. Banyak industri yang mengiming-imingi uang lembur khusus untuk mereka yang bersedia tidak pulang lebaran dan memilih masuk. Atau malah bukan iming-iming tapi perintah. Perintah untuk masuk dan menyelesaikan target bulanan industri. Tidak terbatas industri besar, industri kecil pun demikian. Banyak retailer yang memaksakan buka bahkan dihari pertama lebaran. Saya pernah tahu ada retailer besar yang didemo para pegawainya yang memperjuangkan libur di 5 hari sakral : Tahun baru, 17 Agustus, 2 hari Idul Fitri dan Natal. Manajemen chain retailer itu memaksakan untuk tetap membuka toko-toko yang sebagian besar di mall dan supermarket. Hingga keluarlah keputusan akhir, toko tetap buka sesuai kemauan pemilik, dan para pegawai dipersilakan memilih, pingin pulang kampung ya silakan menggunakan hak cutinya dan yang bertahan untuk masuk akan diberi bonus khusus. Para pegawai akhirnya dipaksa terpecah dan kalah di depan kekuasaan uang.

Celakanya, banyak yang lebih mudah dibujuk dengan uang yang hitungannya begitu nyata di depan mata daripada kerugian immateri karena peraturan itu. Lembur nilai uangnya lumayan, sementara kalau cuti dan mudik ketahuan berapa biaya (justru) harus dikeluarkan. Kompromi-kompromi hati pun dipasang, ya sudah... mudiknya ntar saja. Ndak harus lebaran. Malah untung, nggak kena tarif tuslah, malah nggak harus rebutan tiket. Biarin deh nggak ketemu dengan keluarga-keluarga lain yang barengan ngumpul di rumah eyang nanti. Kapan-kapan juga ketemu. Hitungan immateri jadi terabaikan. Kebahagiaan sang orang tua melihat anak keturunannya berkumpul. Kesempatan anak-anak kita bertemu dengan saudara-saudara misannya. Kesempatan memberi rekaman indah dimasa kecil mereka tentang persaudaraan dan kekeluargaan.

Kalau gejala ini dipelihara, dari tahun ke tahun akan semakin banyak yang mengikuti, dari tahun ke tahun akan makin melekat. Ujungnya kita akan menuai panen. Lebaran sudah sedikit yang orang yang melestarikan mudik. Akan banyak anak yang tidak mewajibkan dirinya mudik ke orang tua kala lebaran. Celakanya, anak-anak itu adalah mereka yang orangtuanya sekarang tercatat sebagai pengusaha, mengingat ketika mereka masih kecil orang tuanya juga tidak memberi contoh untuk mensakralkan mudik lebaran karena saat itu masih sibuk sebagai TDB yang getol menumpuk modal atau TDA pemula yang masih merintis bisnis.

Ketika menjadi TDB, kala saya masih bekerja di PMA, saya selalu iri dan sakit hati jika dapat surat pengumuman dari Jepang ataupun dari Singapura bahwa mereka akan libur massal secara nasional selama 1 minggu, sehingga semua produksi akan dihentikan. Lebaran di Indonesia kalah sakral dengan Tahun baru di Jepang dan Imlek di Singapura. Mereka begitu patuh untuk menghentikan semua kegiatan industri mereka dan hal itu dilembagakan oleh pemerintahannya. Kapan Lebaran bisa sesakral itu dan pemerintahpun mendukung dan menerapkannya ditiap bidang sosial ekonominya.

Mungkin kita tidak perlu memikirkan hal besar tapi diluar lingkaran pengaruh kita. Mungkin kita lebih bijak untuk berfikir di lingkungan yang bisa kita pengaruhi, misal dikeluarga kita dan di bisnis kita. Pertama kita ingat bahwa ada tanggungjawab terhadap anak-anak untuk membekali mereka dengan sayap dan akar. Momen lebaran dengan mudik, berkumpul dengan keluarga besar, sungkeman, adalah cara terbaik untuk mengingatkan mereka terhadap akar mereka – garis keluarga mereka. Kedua, jika kita sudah punya bisnis dan punya pegawai, adalah tugas kita untuk “mewajibkan” mereka libur lalu mudik dan berkumpul dengan keluarga besar mereka. Para boss harus melepaskan mereka sementara dari tugas-tugas memenuhi target bulanan dan penjualan. Kreatiflah agar angka-angka itu sudah terpenuhi sebelumnya. Dan jadikanlah lebaran dan acara mudiknya menjadi sesuatu yang sakral dan wajib - minimal diperusahaan kita… kalau tidak, bersiaplah memanen desakralisasi lebaran, yang ujungnya adalah hari-hari sepi di kal a kita tua, ketika anak-anak kita juga akan terbawa arus materialisme dan bertekuk lutut dibawah kekuasaan uang dan target bisnisnya, lebih penting daripada menghormati orang tua dan menghidupkan silaturahmi.

Selamat Hari Raya Idul Fitri 1429 H / 2008 M.
Semoga seumur hidup kita masih merasakan hangatnya lebaran bersama keluarga besar kita masing-masing.

Ini tulisan saya karena prihatin banyak teman saya dapat libur cuma tanggal merahnya doang. Para boss apa ndak sadar... dengan mentingkan omzet daripada ruhani disaat-saat istimewa spt idul Fitri berarti sedang berkontribusi pada masa depan yang kelabu yang diisi hari-hari tua mereka yang sepi, karena anak-anaknya pada ngabuuurrr semua, nda ada yang pada inget pulang dan ngumpul dengan orang tua. " Gue dulu masa kecil sering ditinggalin, ngapain sekarang gue repot-repot ngumpul" gitu kali pikiran anak-anak kita 10-20 tahun lagi.

Pelajaran Kepemimpinan

Pelajaran terpenting dari dunia kepemimpinan adalah
"tiap-tiap keberhasilan itu diawali dengan keberanian mengambil keputusan. Memilih salah satu diantara banyak kemungkinan".

Dimanapun kita sedang berada, sebenarnya disitu kita sedang menghadapi pilihan. Misal saat ini Anda sedang membaca tulisan ini. Maka saat inipun Anda mempunyai pilihan, yaitu untuk terus membaca atu menghentikannya. Tidak hanya itu. Bahkan sekaligus Anda bisa memilih untuk membaca serius atau untuk membaca secara sambil lalu. Anda bisa memilih membaca sambil tiduran, sambil duduk, bahkan nungging barangkali (?!) Jadi bahkan dalam satu kejadian ada beberapa pilihan sekaligus. Dan di setiap kemungkinan itu Allah telah menyiapkan jalan takdir sebagai konsekuensi pilihan-pilihan itu. Jadi takdir kita itu multiple.

Bahkan ketika Anda tidak memilih pun, Anda sebenarnya sudah memilih untuk tidak memilih. Misal Anda saat ini masih berstatus pegawai disatu instansi, lalu Anda mengetahui sebuah peluang usaha yang sangat prospektus, saat itu Anda berada dalam situasi memilih. Pilih maju mengambil kesempatan saat itu juga, atau tidak ambil karena Anda masih takut untuk menjalani sesuatu yang keluar dari confort zone Anda. Dalam hal ini, tidak take action dan membiarkan kesempatan berlalu adalah pilihan juga. Keduanya pun masing-masing punya banyak variasi pilihan. Tidak take action bisa berupa melupakan sama sekali, bisa memendamnya sebagai penyesalan dan mengasihani diri sendiri, bisa melecut diri untuk memperbaiki diri agar kalo ada kesempatan berikut sudah siap... istilahnya mundur kreatif.

Kalau Anda sadari... memilih maju atau memilih mundur, dua-duanya membutuhkan energi. Memilih maju membutuhkan energi untuk bertindak, memilih mundur memakan energi juga, setidaknya energi untuk menyesal dan merangkai andai-andai... ah.. seandainya aku lebih siap, ah.. seandainya aku ambil saja kesempatan itu, ah.. seandainya aku lebih berani. Hanya saja ada bedanya, memilih maju membutuhkan energi dan sifatnya positif karena energi batin, energi badan dan energi pikiran terkerahkan semua, sedangkan memilih mundur hanya akan melibatkan energi batin karenanya lebih negatif sifatnya.

Maka... saran saya untuk rekan TDA. Di depan peluang dan kesempatan... selalu pilih untuk maju dan take chance. Toh memilih maju atau memilih mundur dua-duanya memakan energi Anda. Setidaknya jika Anda memilih mundur... pilihlah mundur kreatif... mundur untuk memasukkan lebih banyak bekal ke ransel kemampuan Anda.

salam FUNtanstic

Heru UTOMO

grosirpeci.com
sahabatherbal.com

Meniru Ikan Salmon


Perjalanan hidup ikan salmon sangatlah inspiring kita para manusia.
Ikan laut tapi lahir di sungai. Melakukan perjalanan kembali ke laut, besar di laut dan akhirnya kembali ke sungai untuk melahirkan dan... mati!
Ikan salmon tidak pernah salah sungai, selalu kembali ke sungai asalnya. Ikan Salmon tidak pernah menyerah untuk mencapai lokasi dulu asal telurnya. Walau menentang arus, melompat air terjun... tetaap kembali, ke asalnya.

Menurut saya yang bodoh... hidup manusia sebenarnya seperti itulah.

Lahir dari alam ruh dan masih suci. Diperankan di dunia, lalu saatnya nanti tiba akan kembali ke alam ruh. Awalnya dulu sih masih suci, dan sudah layak ada di surga, tapi kelasnya masih sebagai Wildan - pelayan surga. Masih ikan salmon kecil. Tanda kesuciannya tuh terekam di Al Quran. Ketika di alam ruh kita mempersaksikan bahwa tuhan kita adalah Allah.... surat dan ayat berapa hayooo...

Maksud diturunkan di dunia adalah untuk diuji. Ditempa digembleng biar jadi ikan salmon gede. diuji pengakuan kita bahwa Allah-lah Tuhan kita. Biar jadi ngerti secara ainul yakin dan haqqul yakin Allah itu begini to begitu to. Allah itu Maha Menolong tertancap dihati karena pernah mengalami sendiri pertolongan-Nya. Allah Maha Pengasih tahu seberapa pengasihnya, Allah Maha keras Siksanya tahu seberapa menakutkan jika Allah murka, wong kita ngalami Pak Boss marah aja dunia terasa sempit...

Seberapa sampean yakin segitulah kualitas ruh sampean. Rangkingnya ditentukan disitu. Lulus tidak lulus dari kualitas keyakinan itu. Kalo sekedar hapal Asmaul Husna yang 10 tapi nggak ngerti maksudnya ya paling itu ruh kelas SD. Kalo hapal dan tahu maksudnya ruh kelas SMP. Mungkin Ruh para Nabi adalah kualitas S3 kali yaa. Nanti dibales Allah dengan surga ya sesuai dengan kelas ruh tadi. Surga kan juga berjenjang-jenjang. Jadi kita ini dulu dari surga tapi sekelas wildan, maksudnya Allah, kalo sudah berkelana di dunia, kembalinya sudah naik ke kelas tuan-tuan di surga. Levelnya naik. Kita di dunia tugasnya hanya mengamati dan merekam dalam keyakinan kita tentang kebesaran Allah. Agar kita konsen kita sudah dikasih modal. Modal rezeki dan jodoh yang sudah diatur.

Pertanyaannya bener nggak kita ada didunia ini sibuknya adalah sibuk membuktikan kebesaran Allah?

Apapun jalan hidup kita direkam sebagai episode "Allah sedang menunjukkan sifat-sifatNya". Jangan-jangan kita kepeleset nih. Sibuknya sibuk mengkhawatir-i rejeki dan jodoh. Khawatir rejeki seret maka walau di pekerjaan kita sekarang tertekan kita manut aja... nggak mau coba cari jalan lain. Padahal kalo kita mau berdikari.....
Khawatir jodoh yang nggak bagus maka yang digencar-i adalah pacaran dan pilih-pilihnya, bukan memperbaiki diri. Toh otomatis makin baik diri makin baik jodohnya (udah ada janjiNya kan di Quran)

Kayaknya kita perlu mikir-mikir lagi deh.... selama ini hidup kita dalam rangka apa ya???