Saat Valentino Rosi terjatuh di tikungan...

Surat dari sahabat :

Minggu kemarin saya conference online dengan 2 orang teman lama saya
yang sekarang sama-sama berada di luar Jawa. Saat itu secara tidak
sengaja kami (lagi-lagi) ditemukan dalam facebook dan akhirnya untuk
mengisi kangen-kangenan kami sepakat untuk conference via YM (karena
facebook belum bisa hehehe).

Diskusinya ngalor ngidul (kesana kemari, bahasa jawa) hingga akhirnya
sampai ke diskusi yang menarik : masalah karir. Yang lebih menarik
ketika terjadi perdebatan antara menjadi enterpreneur dan karyawan. 6
tahun yang lalu kedua teman saya tadi sama-sama baru memutuskan langkah
karirnya. Satunya (sebut saja si A) memilih menjadi pengusaha jamur. Dan
satunya lagi (sebut saja si B) memilih menjadi employee di perusahaan
asing di Kaltim.

Yang saya tahu, 6 tahun yang lalu dalam melakukan start karir, kalau
diibaratkan balap Moto GP, teman saya si A ini bisa dikatakan berada di
posisi 20, sedangkan teman saya si B sudah menempati pole position di
posisi ke 10. Itu tak lain karena teman saya si A dalam membangun
bisnisnya harus benar-benar bekerja keras. Dengan modal seadanya hasil
pinjaman sana-sini, teman saya tadi memulai jualan jamur di pasar-pasar.
Kehidupannya di tahun pertama bisnisnya sedikit memprihatinkan. Tak
jarang karena cicilan pinjamannya yang sering nunggak karena bisnisnya
belum sepenuhnya jalan, teman saya ini menjadi langganan teror debt
collector. Berbeda dengan teman saya si B, begitu diterima di perusahaan
besar, gaji awalnya sudah lumayan besar untuk saat itu : sekitar 6 juta
per bulan (lumayan besar untuk ukuran usianya waktu itu :) ).

Tahun pertama, tahun kedua, lalu tahun ketiga....
Kedua teman saya tadi tetap berada di 'jalurnya'....
Teman saya si A, mulai mempunyai pasarnya sendiri, sepertinya dia
sekarang sudah sangat paham dengan bisnisnya, intuisinya sudah sangat
bagus dalam bisnis per-jamur-an. Relasinya-pun juga sangat luas sekali.
Bisnisnya mulai berkembang sedikit demi sedikit.
Teman saya si B-pun karirnya juga naik. Selain jabatannya yang naik,
tentunya pendapatannya juga naik.

Di Tahun ketiga ini mereka berdua 'bersaing ketat'. Kalau diibaratkan,
bisa dibilang teman saya si B sudah menempati posisi ke 8, berhasil
menyalip 2 pembalap lainnya. Namun teman saya si A, yang start dari
posisi ke 20 sekarang sudah ada di posisi ke-9. Menyalip 11 pembalap
lainnya!

Tahun ke-4, si A sudah mulai bisa mengejar si B, dan meninggalkannya
pelan-pelan...
Dan Tahun ke-5, teman saya si A benar-benar mengalami masa jayanya dalam
berbisnis. Kalau diibaratkan dia sudah menempati posisi ke-1, sementara
si B, masih akan naik ke posisi ke-7.
Dengan pasar yang sudah berhasil didominasinya di daerahnya, jaringan
bisnis yang relatif luas, tak heran teman saya si A ini bisa menikmati
hasilnya dengan sangat memuaskan.

Dalam perbincangan malam itu, bukan perjalanan karis selama 5 tahun
tersebut yang menjadi seru. Yang paling seru adalah perbincangan ketika
mereka berdua meniti karir di tahun ke-6.

Teman saya si B ternyata hanya masih akan menempati posisi ke-7.
Sedangkan teman saya si A, kembali ke posisi 20. Bisnisnya hancur karena
ditipu oleh rekan bisnisnya. Sekarang dia harus memulai bisnisnya
kembali dari nol (bahkan minus)! Rupanya teman saya si A ini sedang
terjatuh di tikungan karena motornya terlalu kencang..?

Diskusi kami menjadi menarik saat kedua teman saya tadi sama-sama
mengklaim bahwa profesinya-lah yang paling bagus. Teman saya si A, meski
sedang dalam kebangkrutan, namun dia masih teguh untuk tetap berkarir di
jalur enterpreneur. Begitu juga dengan si B, melihat menjadi
enterpreneur mempunyai resiko besar, dia memilih aman dengan menjadi
employee. Padahal menurut saya tidak ada profesi yang aman di dunia ini,
employee juga terancam PHK jika perusahaanya bangkrut. Kalau kita lihat
sekarang ini, perusahaan besar macam GE, atau bahkan AIG pun terancam
bangkrut. PHK ada dimana-mana...

Belajar dari kejadian diatas, kalau saya disuruh memilih kedua profesi
tadi, saya tetap memilih menjadi Enterpreneur. Alasannya bukan karena
selama ini saya juga terjun di dunia yang sama dengan teman saya si A
tadi dengan menjadi Enterpreneur, tetapi menurut pendapat saya:

1. Menjadi enterpreneur itu tidak ada batasannya, no limit. Baik dalam
hal pendapatan maupun juga kerugian. Dalam sebulan mungkin kita bisa
profit 1 juta, 10 juta, 100 juta, 1 Milyard atau bahkan 1 Triliun!
Tergantung bagaimana kita memanage bisnis kita. Tapi resikonya juga
besar, tak jarang kita juga mengalami kerugian dalam sebulan 1 juta, 10
juta, 100 juta, 1 Milyard juga bahkan rugi 1 Trilyun. Menjadi employee
relatif 'aman' (meski sebenarnya juga tidak aman, karena pemilik
perusahaannya kan juga pengusaha yang mempunyai ciri2 diatas hehehe..).
Namun dengan pola linier, pendapatannya juga meningkat konstan (yang
kalau dihitung ternyata tak lebih dari pertumbuhan ekonomi negaranya :)
). Dalam hal no limit tadi, tergantung mindset kita : berpikir positif
untuk meraih profit tinggi, atau berpikir negatif dengan takut mengalami
kerugian besar.. bukan begitu..?

2. Meski sekarang teman saya si A tadi sedang jatuh, namun saya melihat
dengan pengalamannya selama 6 tahun dalam bisnis yang dijalaninya,
dukungan networknya yang luas, intuisi bisnisnya yang bagus dan mental
tangguh yang dimilikinya selama ini, saya sangat yakin sekali tidak lama
lagi teman saya ini bisa bangkit dan bahkan melejit melebihi titik
pencapaiannya tertinggi dalam bisnisnya sebelum dia jatuh tadi.
Sementara teman saya si B tadi, jika dalam posisi di PHK atau bahkan
mengalami kejadian yang sama dengan teman saya si A tadi, saya yakin
tidak 'secepat' si A sewaktu bangkit.

3. Kalaupun misalnya kedua teman saya tadi tidak diberikan umur panjang
(semoga saja tidak demikian) tentunya teman saya si A tadi sudah pernah
menikmati 'indahnya' dunia dengan pernah menjadi pembalap terdepan di
posisi-1 (meski akhirnya jatuh). Dan teman saya tadi (si B) meski
hidupnya 'aman-aman saja' namun semasa hidupnya tidak pernah merasakan
posisi ke-1. Hussssssshhhh ini hanya khayalan saya saja loh... tidak
perlu dimasukkan ke hati ya..? hehehehe...


Menjadi employee mempunyai pendapatan linear (yang katanya relatif
'aman') . Jadi kita bisa memprediksi perkembangan karir employee
tersebut. Misalnya di tahun ke-10 berkarir di perusahaan X tersebut
maksimal kita sudah ada di level jabatan dengan gaji berapa, sehingga
tentunya kita bisa memprediksi bagaimana kualitas hidup kita di tahun
ke-10 tadi.

Menjadi Enterpreneur, karena tidak ada batasannya - no limit, kita bisa
menentukan sendiri kualitas hidup 5, 10, 20 tahun mendatang. Karena
semuanya ada di tangan kita. Mau masuk gigi -2 oke.... masuk gigi-4 pun
dengan memencet tombol NOS supaya bisa melejit kencang juga oke....
tergantung kita bagaimana me-manage bisnis kita. Tapi awas, kalau jatuh
juga sakit hehehe...

Jadi, yang mana pilihan hidup anda..?
Kalau saya tetap teguh memilih menjadi Enterpreneur,
Enterpreneur yang berpikir positif :)

--
Donny Kris P.
| WinnerTech | www.winnerlab.com | Simply Interactive | www.simply.web.id
YM : donnykris

0 komentar: